TEMPO JAKARTA – Tawuran antarwarga seperti yang terjadi di Pasar Rumput, Jakarta Selatan, Jumat hingga Minggu lalu, kerap terjadi di semua wilayah Ibu Kota. Berdasarkan catatan Polda Metro Jaya, ada tiga titik yang dinilai paling rawan dan perlu mendapat perhatian.
Ketiga titik tawuran warga itu adalah Johar Baru di Jakarta Pusat; kawasan Menteng, termasuk Pasar Rumput dan Manggarai (Jakarta Pusat dan Selatan); serta Tebet di Jakarta Selatan. “Paling sering terjadi di Johar Baru,” kata juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Baharudin Djafar, Senin lalu.
Polisi mencatat telah terjadi 40 kali tawuran di tiga tempat itu sepanjang 2010. Tahun ini, meski baru separuh jalan, sudah terjadi 38 kali tawuran. Perinciannya, 24 kali di Johar Baru, 5 kali di Tebet, dan 9 kali di Menteng. Angka-angka itu meningkat dibanding pada 2010, yang terdiri atas 35 kali di Johar Baru, 3 kali di Tebet, dan 2 kali di Menteng.
Baharudin mengatakan polisi belum menemukan akar masalah setiap tawuran itu. Dia berharap pemerintah Jakarta segera mengefektifkan peran tim terpadu untuk menemukannya dan mengatasi masalah tawuran di Jakarta. “Dengan mengetahui akar masalah, tentu pemerintah bisa menentukan langkah-langkah apa yang harus diambil,” katanya.
Direktur Intelijen dan Keamanan Polda Metro Jaya Komisaris Besar Irlan mengatakan tawuran seperti sudah mengakar dan menjadi warisan turun-temurun. Akibatnya, masalah kecil saja sudah bisa memicu kericuhan warga. “Inilah yang harus diubah, tentunya harus ada kebersamaan di antara dua kelompok,” katanya.
Meski demikian, muncul kecurigaan di antara warga bahwa aksi tawuran di Jakarta bukanlah sebuah kebetulan, apalagi warisan. Mereka melihat peristiwa tawuran ada hubungannya dengan peredaran narkoba. “Bandar narkoba sengaja memprovokasi tawuran sebagai kamuflase,” kata seorang pedagang di Pasar Rumput.
Saat bentrokan meletus, kata pedagang tersebut, bandar narkoba dengan leluasa memasukkan barang ke kawasan itu. Dugaan serupa pernah diungkap tokoh di lingkungan warga di Johar Baru.
Meski begitu, polisi belum bisa memastikan apakah dugaan itu benar atau tidak. “Itu perlu didalami, enggak bisa kita asal bicara,” kata Irlan. Sejauh ini polisi belum memiliki fakta-fakta hukum dan bukti permulaan tentang peredaran narkoba itu. “Apabila ada bukti dan saksi, pasti kami ambil langkah hukum.”
Untuk memastikannya, pemerintah DKI mulai memasang kamera pengawas (CCTV) di titik-titik rawan tawuran. Dengan adanya kamera, aparat keamanan diharapkan bisa langsung mengetahui siapa saja yang terlibat dalam tawuran.
Kamera-kamera itu mungkin bisa membantu mengawasi, tapi sosiolog Bambang Shergi Laksmono ragu alat itu bisa membantu menyelesaikan masalah. “Kamera hanya bagian dari sistem untuk menghindari risiko, tapi tidak bisa berdiri sendiri,” katanya.
Menurut Bambang, selain melakukan rekonsiliasi di tingkat tokoh masyarakat, pemerintah seharusnya memberikan penyaluran kegiatan bagi anak-anak muda yang terlibat tawuran. “Ini resep lama sebenarnya, tapi tidak pernah ada langkah konkret pemerintah,” katanya.
Sosiolog Imam B. Prasojo juga mengatakan tawuran yang terjadi di Ibu Kota akibat semakin sempitnya ruang gerak masyarakat. Mereka tinggal di dalam kantong-kantong kemiskinan, tempat satu dan yang lain tinggal berdekatan. “Rebutan tempat jemuran saja bisa memicu tawuran,” katanya.
Kemarin malam sejatinya Wakil Gubernur Prijanto bersilaturahmi dengan tokoh masyarakat, pengurus organisasi agama, paguyuban daerah, partai politik, dan lembaga swadaya masyarakat. Pertemuan diagendakan khusus untuk berdialog seputar tawuran warga yang semakin marak. PINGIT ARIA | PRIHANDOKO | AMANDRA MUSTIKA MEGARANI | DWI RIYANTO AGUSTIAR | SUSENO
No comments:
Post a Comment