![]() |
| Majalah Gatra Edisi 12-18 Juni 2014 32XX | Oleh Asri Wuni Wulandari, Rohmat Haryadi, Adistya Prabawati, Fitri Kumalasari |
Jokowi mempersiapkan debat dengan
simulasi. Bahasa akademis demokrasi deliberatif disederhanakan dengan dialog.
tiap-tiap kubu mengklaim menang.
Pelataran parkir Balai Sarbini, Jakarta
Pusat, terbelah dua, Senin malam lalu. Sayap kiri dipenuhi orang-orang bertopi caping
dengan kaus bergambar pasangan capres/cawapres Jokowi Jusuf Kalla. Di sayap
kanan, ramai dengan orang-orang berkaus bergambar garuda merah dan pasangan Prabowo-Hatta
Rajasa. Keriuhan itu dipicu perhelatan debat calon presiden.
Kedua kubu adu riuh meneriakkan
yel-yel dukungan. "Jokowi-JK, Jokowi JK, Presiden kita," teriak massa
sayap kin. Tak mau kalah, kubu pendukung Prabowo-Hatta membalas. "Sembilan
Juli bersatu, pilihlah Prabowo-Hatta," teriak mereka. Mereka
bersa,hut-sahutan sembari menanti kedatangan jagoan masing-masing.
Tepat pukul 19.10 WIB,
sebagaimana yang dilaporkan wartawan GATRA Asri Wuni Wulandari, pasangan
Prabowo-Hatta datang menggunakan mobil Lexus putih. Keduanya kompak berkemeja
safari putih dan berpeci hitam. Sontak kubu Prabowo-Hatta menyambut dengan
menyanyikan yel-yelnya. "Garuda di dadaku. Prabowo presidenku...,"
begitu nyanyian yang diadopsi dari salah satu tembang milik grup musik Netral
berjudul Garuda di Dadaku.
Tak berselang lama, calon
presiden Joko Widodo datang dengan menumpang mobil Toyota Innova putih. Kali
itu, Jokowi tampil beda. Ia berkemeja putih yang dipadu dengan jas hitam dan
berdasi merah. Setelan yang persis dipakai pasangannya, Jusuf Kalla, yang
datang lima menit kemudian.
Jokowi datang, pendukungnya pun
girang. Mereka meneriakkan nama Jokowi, sambil selanjutnya bertepuk tangan.
Kubu pendukung Prabowo bereaksi. Ketika para pendukung Jokowi meneriakkan nama
Jokowi, para pendukung Prabowo membalasnya dengan berteriak,
"Gubernur!" Seluruh kandidat memasuki ruangan, dan debat capres pun
dimulai.
Dalam debat yang dipandu Zainal
Arifin Mochtar, Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada
(Pukat UGM), itu Prabowo-Hatta yang mendapat giliran pertama memberikan
pernyataan tentang pembangunan demokrasi dan penegakan hukum.
"Demokrasi adalah hal yang
harus diperbaiki, dipertahankan, dan dikembangkan terus. Karena demokrasi
adalah cita-cita pendiri bangsa. Demokrasi yang kita miliki memerlukan budaya,
butuh pendidikan politik," kata Prabowo dengan gaya oratornya.
Hatta Rajasa menimpali dengan
janji akan memperlakukan rakyat setara di depan hukum. "Kepastian hukum
juga hams memberikan keamanan untuk rakyat, tanpa diskriminasi. Pemerintahan
Prabowo-Hatta berjanji bahwa hukum akan memperlakukan rakyat dengan
setara," katanya.
Giliran kedua, Jokowi berbicara
tentang bagaimana cara membuka komunikasi dengan rakyat. Tak lupa, Jokowi
menunjukkan keberhasilannya dalam merevitalisasi Pasar Tanah Abang dan Waduk
Pluit. "Kenapa setiap hari saya datang ke kampung, bantaran sungai,
petani, karena kami ingin dengar suara rakyat. Dengan cara dialog, untuk
musyawarah, penyelesaikan waduk pluit, Tanah Abang, masalah akan dapat dicari
penyelesaiannya," katanya.
"Dialog" memang menjadi
jurus andalan Jokowi-JK. Hal itu sejalan dengan skenario yang mereka kembangkan
saat persiapan sehari sebelumnya, di posko pemenangan di sebuah rumah di Jalan
Subang Nomor 3A, Menteng, Jakarta Pusat. Hadir juga Sukardi Rinakit, Andrinof
Chaniago, dan Ari Dwipayana. Kata Sukardi, kalau memakai bahasa akademisi,
bahasa teori, malah memusingkan. "Terkait soal tema kami diskusikan secara
serius," katanya.
Hanya saja, cara membawakannya,
menurut Sukardi penting agar bisa diterima dengan mudah. "Kami bicarakan
bagaimana cara menyampaikan yang paling nyaman, yang mereka menguasai,"
katanya. Targetnya, pasangan Jokowi JK harus bisa menyampaikan ide teori yang
ada secara lebih sederhana. "Seperti saat kami jelaskan tentang demokrasi
deliberatif. Itu artinya dialog Pak, kata saya. Ya gitu aja udah ngerti
mereka," katanya.
Hasilnya, demokrasi deliberatif
pun berubah menjadi dialog. Dia, menurut Sukardi, sudah melakukan seperti
ketika memindah PKL di Solo, saat memindahkan dari Pluit ke Marunda.
"Kira-kira itu (dialog --Red.) kata kunci yang dia gunakan untuk
menyederhanakan bahasa kami, demokrasi deliberatif," Sukardi menjelaskan.
Untuk komentar-komentar yang
menyentil lawan debat, menurut Sukardi itu kreativitas JK sendiri. "Tidak,
kami tidak mengarahkan itu, yang penting lepas saja," katanya. Karena
kalau lepas, enak untuk berbicara dan berpendapat. Sentilan-sentilan soal HAM
dan sebagainya, menurut Sukardi, itu inisiatif JK sendiri. "JK punya
kecerdasan untuk menformulasikan pertanyaan yang cerdas," puji Sukardi
atas inisiatif JK.
Dalam upaya persiapan debat
capres-cawapres ini, tim meminta Jokowi tampil apa adanya. "Kami
melepaskan Jokowi untuk tampil apa adanya saja, sesuai dengan
karakternya," katanya. Untuk simulasi, Sukardi menjelaskan lebih banyak
menyoroti soal teknis. Karena di panggung, posisi berdiri bagaimana penting,
agar kelihatan baik di depan kamera. Dari segi substansi tidak ada yang
dipaksakan untuk diangkat oleh kedua pasangan. Sebab, itu sudah menjadi keseharian
mereka.
Simulasi dimulai setengah satu.
Tidak lama, sekitar 30 menit kemudian simulasi sudah usai. Dalam waktu 30 menit
itu, pasangan JokowiiK memakai setelan jas layaknya debat sesungguhnya.
Mereka melakukan latihan sesuai
dengan timeline yang diberikan KPU. Berapa lama waktu berbicara, bagaimana
mekanisme saat berbicara, apakah akan gantian, atau hanya dijawab Jokowi atau
JK saja.
Pengarah gaya, salah satunya
Maruarar Sirait. Ada pula Eep Saefulloh Fatah, dan SandrinaMalakiano.
"Sandrina kan pengalaman di televisi," terangnya. Sukardi puas dengan
penampilan jagoannya. "JK unggul karena mereka menguasai materi. Karena
mereka sudah menjalani sendiri selama ini. Kedua, mereka tampak lepas saja,
tidak kaku saat debat. Kombinasi antara Jokowi JK, kalau Jokowi agak halus
sedangkan JK tegas, sehingga kombinasinya klop," katanya.
Kepuasan yang sama disampaikan
Andrinof Chaniago. Ia yakin, pada debat selanjutnya, pasangan nomor urut dua
ini akan kembali berjaya. "Kalau kami sih puas. Nggak ada catatan. Satu
kata saja: puas," katanya, tegas.
Sementara itu, Yunarto Wijaya,
pengamat politik dari Charta Politika melihat kedua pasangan capres dan
cawapres dalam debat Senin malam memiliki perbedaan karakter. Kata Yunarto, ada
yang mengatakan Prabowo-Hatta cenderung konseptual dan normatif, sedangkan
Jokowi JKcenderung solutif dan aplikatif. Ada juga yang mengatakan bahwa ini
pertarungan visi versus kerja. Atau makro lawan mikro.
Kemenangan dalam debat juga
diklaim juru bicara tim sukses PrabowoHatta, Tantowi Yahya. Kata politikus
Golkar itu, karena Prabowo-Hatta menyampaikan materi secara lugas.
"Keunggulan Prabowo itu, di samping gaya bahasa yang memikat, dia tahu
banget harus berbicara apa, juga Pak Hatta. Gagasan-gagasan yang disampaikan
itu adalah gagasan besar yang dibutuhkan dalam debat," katanya.
Penampilan Prabowo-Hatta, menurut
Tantowi, memiliki beberapa evaluasi, terutama soal materi yang disampaikan.
"Banyak pendapat yang mengatakan bahwa penjelasan Prabowo normatif,
sementara penjelasan Jokowi implementatif. Kalau bagi saya, jawaban itu
harusnya normatif retorik. Yang dijawab itu adalah sesuatu yang besar,"
katanya kepada M Afwan Fathul Barry dari GATRA. [ROHMAT HARYADI, ADISTYA
PRABAWATI, DAN FITRI KUMALASARI]

No comments:
Post a Comment