Media Indonesia 9 Juni 2014 Page 22 oleh Cahya Mulyana |
Langkah yang dilakukan pasangan
Jokowi-JK dalam menghimpun sumbangan masyarakat merupakan terobosan sekaligus
pembelajaran politik guna mengatasi pemilu biaya tinggi yang kerap memicu
korupsi.
Pemilu biaya tinggi! Keluhan
tersebut bak ritual rutin yang selalu berulang dari pemilu ke pemilu di negeri
ini. Itu terjadi antara lain karena sistem pemilu yang memicu persaingan tidak
sehat, luas wilayah, serta inflasi moralitas para politikus.
Sebagai negara demokrasi, pemilu
merupakan pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai wujud partisipasi terhadap
penyelenggaraan negara. Akan tetapi, Pemilu 2009, misalnya, dianggap sebagai
pemilu terburuk di Indonesia.
Bagaimana tidak? Pemilu tersebut
melahirkan rezim korup yang merugikan negara hingga triliunan rupiah. Korupsi
terjadi di mana-mana dan hampir semua kader partai politik terjerat perbuatan
haram itu. Bahkan tingkat daerah pun tidak luput dari korupsi.
Pemilu yang diidam-idamkan
memberikan perubahan justru memberikan kebobrokan di lembaga eksekutif,
legislatif, dan yudikatif. Korupsi kadang sudah menjadi kebiasaan. Mahalnya
biaya pemilu kerap disebut sebagai faktor utama yang menyebabkan korupsi.
Seorang calon presiden, misalnya,
membutuhkan dana hingga Rp3 triliun untuk mengikuti pilpres. Pasalnya, capres
sudah harus bergerak sebelum rangkaian kampanye resmi ditetapkan KPU. Dana triliunan
rupiah itu digunakan untuk sosialisasi, relawan, logistik partai, pertemuan
dengan ormas, survei, iklan, dan transportasi.
Mahalnya biaya pilpres tidak
hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara demokrasi lainnya. Di
Amerika Serikat, misalnya, menurut Center for Responsive Politics, pada Pilpres
2012 dana yang dibelanjakan tim kampanye Mitt Romney, capres dari Partai
Republik, mencapai US$1,238 miliar atau sekitar Rp12,38 triliun (kurs Rp10
ribu). Sementara itu, belanja tim kampanye Barack Obama mencapai US$1,107
miliar atau sekitar Rp11,07 triliun.
Karena sadar akan besarnya dana
yang dibutuhkan dalam pilpres, pasangan capres dan cawapres Joko Widodo-Jusuf
Kalla berinisiatif menghimpun dana gotong royong dari rakyat lewat tiga nomor
rekening, yakni BRI KC Mall Ambasa dor 122301000172309 an Joko Widodo/Jusuf
Kalla, Bank Mandiri KCP Jakarta Mega Kuningan 070-000909096-5 an Joko
Widodo/Jusuf Kalla M, dan Bank BCW KCP Mega Kuningan 5015.500015 an Joko
Widodo/HM Jusuf Kalla.
Berdaulat penuh
Menurut juru bicara Tim
Pemenangan Jokowi-JK, Hasto Kristianto, langkah itu dilakukan untuk menjaga agar
presiden terpilih tetap bisa berdaulat penuh dalam mengambil keputusan politik
tanpa terikat bantuan dari pihak tertentu atau kepentingan politik tertentu.
Selain itu, pihaknya juga
berkomitmen untuk menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas dana
kampanye tersebut kepada publik yang akan dipublikasikan setiap hari pukul
10.00 WIB lewat akun Twitter Jokowi JK. Dana itu juga akan diaudit akuntan
publik.
"Semua akan kami pantau
terus dari waktu ke waktu dan transparansi menjadi hal penting yang sangat
diwanti-wanti Jokowi-JK. Uang tersebut wajib kami laporkan ke KPU sebagai
penyelenggara pemilu," jelas Hasto di Jakarta, akhir pekan lalu.
Berkenaan dengan itu pula, juru
bicara Tim Sukses Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang juga Wakil Sekjen Partai
Golkar, Tantowi Yahya, mengakui biaya pemilu memang tinggi, khususnya untuk
sosialisasi capres dan cawapres, saksi, dan pengamanan suara. "Solusi kami
untuk menekan anggaran ialah dengan memanfaatkan secara maksimal sumber daya
manusia, militansi, dan jaringan yang dimiliki partai-partai yang tergabung
dalam Koalisi Merah Putih," jelasnya.
Selain meminimalisasi biaya
kampanye, imbuh Tantowi, poros Koalisi Merah Putih juga membuka sumbangan
masyarakat. "Koalisi Merah Putih telah membuka sumbangan untuk mendukung
Pak Prabowo dan Pak Hatta. Penerimaan sumbangan dari masyarakat dibarengi
dengan mematuhi peraturan sumbangan yang diamanatkan undang-undang," paparnya.
Pembukaan rekening tersebut,
sambungnya, dalam rangka mengakomodasi kelompok ataupun perorangan yang ingin
membantu perjuangan Prabowo-Hatta. "Jika mengacu pada amanat UU Pilpres,
kami pasti menekankan asal-usul penyumbang harus jelas, jumlahnya pun harus
sesuai ketentuan sebagaimana yang diatur UU," tukasnya.
Selain mengikuti peraturan yang
berlaku, donasi fang terkumpul dalam rekening perjuangan Prabowo-Hatta akan
disosialisasikan secara berkala kepada masyarakat. "Semua biaya kampanye,
termasuk penerimaan dari masyarakat, akan dilaporkan secara transparan,"
ucapnya.
Model transaksional
Menurut pandangan pengamat
politik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, Karim Suryadi,
biaya kampanye pemilu menjadi mahal karena model transaksional antara kandidat
dan masyarakat. "Mahalnya pemilu di Indonesia karena ada kesalahan model
transaksi dari para kandidat kepada masyarakat," ujarnya.
Ia melihat saat ini para kandidat
sudah menemukan cara untuk menekan biaya politik, salah satunya dengan membuka
sumbangan (donasi) dari masyarakat. Hal itu merupakan salah satu cara untuk
menyiasati agar biaya kampanye pemilu tidak mahal.
Selain itu, kata dia, donasi
publik juga merupakan salah satu strategi yang positif untuk menciptakan
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pesta demokrasi. Ia mencontohkan
apa yang sudah dilakukan kubu Jokowi-JK. Sejak jauh-jauh hari, tim sukses
Jokowi-JK menggalang dukungan donasi untuk berbagai keperluan selama kampanye.
"Misalnya, di kubu
Jokowi-JK, selain sebagai strategi timnya, dukungan berupa donasi juga
menimbulkan sikap partisipatif dari masyarakat karena melihat sosok capres yang
mereka idolakan," papar Karim.
Apa yang dilakukan pasangan
Jokowi-JK itu, menurutnya, menunjukkan sikap positif sekaligus pembelajaran
politik bagi masyarakat dalam menghadapi pemilu. "Dengan sosok seperti
Jokowi yang sering blusukan dan sekarang telah dikenal luas, tentu masyarakat
menaruh harapan besar dengan cara ikut berpartisipasi menyumbang dana kampanye
bagi capres yang mereka idolakan," tutur Karim. (AI/P-3) cahya@mediaindonesia.com
No comments:
Post a Comment