JAKARTA - Calon wakil presiden
(cawapres) RI, Muhammad Jusuf Kalla (JK), menegaskan bahwa Joko Widodo (Jokowi)
memang bukan tipikal orang yang pintar bicara dan beretorika panjang. Akan
tetapi, JK memastikan bahwa Jokowi adalah tipikal orang yang bekerja panjang
dan pintar bekerja.
"Kenapa Jokowi bicaranya
pendek saja? Begini, susah can orang yang pintar bicara panjang, bisa kerja
panjang. Kalau Jokowi, bicara pendek, bekerjanya panjang," kata JK di
hadapan ratusan kiai dan ulama dalam acara "Silaturahim Ulama Pesantren
Bersama Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla" di Jakarta, Rabu (4/6).
Dengan tipikal Jokowi yang
demikian itu, JK menyerahkan kepada masyarakat selaku pemilih untuk menentukan
apakah kepemimpinan ke depan membutuhkan orang yang bekerjanya panjang meski
bicaranya pendek ataukah yang bicaranya panjang tetapi belum jelas bagaimana
kerjanya.
"Biasanya, kalau orangpintar
bicara banyak, kerjanya kurang. Kalau saya sih setengah-setengah, setengah
pintar bicara, juga setengah bekerja panjang," lanjut JK yang disambut
tepuk tangan dan tawa hadirin.
Dia melanjutkan tipikal Jokowi
adalah orang yang tak bisa bicara dengan berapi-api, tapi Jokowi akan
berapi-api kalau bekerja. "Sekarang saya tanya, kita suka yang orator
hebat atau pekerja hebat? Kalau orator hebat itu banyak, tapi kalau pekerja
hebat itu tak barfyak," tegas JK.
Dia mengungkapkan hal itu untuk
merespons polemik yang membandingkan antara pidato Prabowo dan pidato Jokowi
saat deklarasi damai yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Lebih Komprehensif
Pakar psikologi politik dari
Universitas Indonesia (UI), Hamdi Muluk, mengaku her- an dengan hebohnya
tanggapan pidato singkat Jokowi dalam deldarasi damai pasangan capres-cawapres.
Sebab, menurutnya, kesadaran umum di masyarakat dalam melihat pemimpin pasti
komprehensif, tak sekadar dilihat dari bagaimana pidatonya.
"Terlalu genit membahas
pidato berjam-jam. Kalau soal kepintaran berpidato, yang sekarang juga jago,
tetapi minim aplikasi," kata Hamdi.
Dia menyarankan agar Jokowi tidak
terjebak pada polemik pidato. Menurut dia, Jokowi harus tetap dengan kekhasannya
yang memang bukan orator, tetapi pekerja. "Kalau nand mendadak jadi pintar
pidato dan bagus, justru tidak Jokowi lagi yang selama ini dilihat publik
dengan figur pemimpin yang lugu dan tampil dengan bicara apa adanya,"
jelasnya.
Secara terpisah, pengajar
Departemen Ilmu Komunikasi UI, Ade Armando, mengatakan pidato Jokowi pada saat
deldarasi kampanye damai dinilai penting untuk perkembangan demokrasi di
Indonesia. "Cara dia tampil memang tak seperti orator, tapi isinya sangat
penting," kata Ade.
Ade menampik banyak pihak yang
menganggap pidato Jokowi lemah. Menurutnya, dari segi substansi, justru sangat
pas dengan keadaan Indonesia saat ini. Pidato yang tak sampai lima menit itu
juga amat efektif dan mengena. Pidato Jokowi, kata dia, merupakan wujud
kejujurannya yang tak ingin berbasa-basi. "Makanya dia tak menyebut nama
Prabowo, pesaingnya," ujar dia. It eko/nsf/P-6
No comments:
Post a Comment